Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Binatang Bermuka Dua dan Ngaisan Para Kuli Tinta

Kabut perlahan menghilang, mulai terlihatlah Pulau yang dituju. "Pulo Bunaken itu Ma'?," tanya seorang anak pada Ibunya. "Io Bunaken!," jawab Ibunya yang berada pas di hadapanku.Pulo dalam Bahasa Manado artinya Pulau. Sedangkan Io artinya Ia. Sementara Ma' yang bunyinya hampir sama dengan Mak dalam Bahasa Jawa juga mempunyai pengertian yang sama yakni Mama. Mama dalam Bahasa Indonesia berarti Ibu.Setiba di Pulau tersohor hingga ke ujung Dunia tersebut, ke-Empat "kuli tinta"(Fangky, Kelo, Makatana, dan juga saya, Taufiq M) pun langsung mengais kumpulan-kumpulan kata yang hampir berserakkan karena ditiup "angin fikiran" ku kala itu.

Teringat sesorang yang belum lama menyayat hati dan fikiranku.Kumpulan kata belum tersusun rapi layaknya sebuah berita yang sudah diberitakan. Tanganku masih saja mengetik kata demi kata hingga membentuk suatu paragraf tanpa rasa letih sedikitpun.Meski begitu, sesekali tetap ada saja beberapa kata yang tidak sempat aku kumpul. Sehingga, hal itu terkadang membuat aku berfikir keras. Tapi beruntung, di sisi kanan dan kiri ada para "kuli tinta" lainnya. Jadi, tinggal aku minta saja beberapa kata yang tak sempat aku kumpul kepada mereka...! "Hehe," tawaku sambil melanjutkan ketikan.Eiittss...! Hampir saja ketinggalan satu tabiat sebelum pergi meliput di awal ceritaku ini. Seperti biasa.

Setiap kali turun meliput, kamera berukuran sedang tak pernah lupa aku bawah. Maklum, selain suka menulis aku juga suka mengabadikan moment lewat gambar, yakni memotret. Dan memotret"binatang bermuka dua" yang paling aku sukai. "Hahaha...," tawaku di balik duka ini.Lanjut. Saat tangan sedang asyiknya menekan-nekan tombol Hanphone pemberian Boss yang paling dermawan di antara Boss yang pernah memperkerjakanku (Ady namanya), mendekat seorang wanita setengah baya sembari mengubarkan senyum. "Waw...! Ini baru bilang parampuang," kata Fangky teman akrabku yang juga adalah seorang Jurnalis. Parampuang artinya Perempuan.Bukan hanya Fangky, kedua teman yang juga adalah Jurnalis sekaligus seniorku di post liputan DPRD Kota Manado, turut larut dalam pandangan yang mungkin menyejukkan mata dan hati mereka. Tidak terkecuali aku."Hehehe," tawaku sambil terperangah melihat perempuan itu.

(Baca Juga Tulisan Taufiq Murit : Curhat Percakapan Yang tak Perlu Tapi Sangat Aku Butuhkan)

Perempuan dalam pandangan lelaki adalah insan yang sulit ditebak karakternya. Karena, di balik senyum-tangis tersimpan banyak rahasia. Sehingga, jangan heran jika ada lelaki salah menafsirkan satu perempuan di balik itu. Namun lelaki itu bukan aku!.Tanpa menuggu lama, langsung kuhidupkan kamera yang tergantung di leherku. "Jebret, jebret," dua kali bunyi kamera saat kutekankan tanganku di tombol potretnya.Sambil tersenyum, perempuan itu datang menghampiriku. Deg-degan, gemeteran, dan semua rasa hampir aku rasakan saat dia berdiri pas di hadapanku. "Huuufftt," hanya itu suara yang bisa keluar dari mulutku.Dengan jarak kurang dari setengah meter, perempuan itu langsung melontarkan sebuah kalimat yang agak asing di telingaku. "It's me?," tanyanya kepadaku. Tanpa menunggu lama, aku langsung membalasnya."Yes," sahutku yang disaksikan banyak orang disekelilingku (termasuk para kuli tinta).Perbincangan tidak berakhir sampai di situ. Namun, karena satu dan lain hal. Sekiranya diakhirkan disitu saja perbincangannya dalam tulisan ini.

Mengingat, ada sedikit tontonan yang jauh lebih penting ketimbang pertemuan dengan orang asing yang sempat menyegarkan mata. Hehe, fitrahku sebagai seorang lelaki.Selesai mengais kata-kata yang menjadi satu redaksi berita, langsung kusimpan kata-kata itu dalam draf e-maile agar tidak tercecer dalam kumpulan album milikku.Sayur akan terasa hambar jika tidak dibumbuhi garam. Begitupun perjalananku ke Pulau itu. Perjalan tidak lengkap jika tidak disertai dengan mengabadikan beberapa moment penting. Seperti menyusuri Pulau yang pasir pantainya serba berwarna putih.Dikesempatan itu, langsung ku panggil Fangky.

"Fangky, marijo torang pigi lia sunset. Sebab nyanda sah torang ka Bunaken kalu nyanda ba selfy," panggilku didengarnya. Kami pun langsung

melangkahkan kaki ke pinggiran pantai yang mempesona.Berjalan. "tuk, tuk, tuk," begitu bunyi suara sepatuku," maklum, sepatu yang aku pakai adalah sepatu Boots. Jadi, suaranya hampir sama seperti suara sepatu Kuda. Tapi bukan "kudanya kuda," hehe.Saat menyusuri pantai, tanpa sengaja, aku melihat dua insan yang mungkin sedang pacaran di pinggiran pantai yang juga memukau. Jaraknya kurang lebih hanya tujuh meter dari sisi kananku. Sesekali, tangan kanan pria mendekap bahu wanitanya. Begitupun yang dilakukan wanita itu."Pasangan sederhana tapi begitu tulus dalam dekapan," kalimat itu timbul seketika dibenakku disaat berpaspasan dengan ingatanku terhadap wanita yang ternyata tidak tulus mencintaiku.Dikisahkan dengan tidak terlalu rinci, namun memikat. Dalam suatu masa, peristiwa ini akan ku kenang jua.(Taufiq M)#

pernah mengandalkan rasa. Jika bukan, tolong jelaskan rasamu, sembari memahami rasa yg merasaimu.

Oleh : Taufiq Murit 

Posting Komentar untuk " Binatang Bermuka Dua dan Ngaisan Para Kuli Tinta"