Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Namanya Mengingat Nostalgia Entah Sebuah Refleksi

Saya ingat sewaktu mengikuti pembelajaran di sekret dulu. Waktu itu pembelajarannya tentang logika dan tuhan, pematerinya adalah beberapa senior kami. Sebenarnya kalo dingat lagi, mungkin kami adalah beberapa korban junior. Namun dilain sisi, kami bersyukur karena mengalaminya dan menjadi sebuah refleksi pengetahuan. Lebih banyak yang kami dapatkan tentunya, karena materi seperti logika, tuhan dan manusia baru kami dapatkan diwaktu menjadi mahasiswa, apalgi sewaktu itu kami baru semester dua. Hal ini yang membuat kami kadang menuhankan senior kami,wajar karena mereka banyak memberi kami hal yang baru. Kata mereka seperti fatwa seorang syech bagi kami. Padahal, kita telah belajar tentang kebebasan berpikir dan manusia. Namun entah mengapa kita menjadi seorang yang kadang diperintah oleh majikan.

Manusia itu mempunyai potensi berbuat kebaikan dan menyempurna. Kini, saya sadar perlakuan kita terhadap senior sewaktu dulu, itu karena alasan fitrah ini, berbuat baik dan menyempurna. Bukan hal menjadi seorang yang sukar diperintah ( tidak bebas ), terlebih lagi, lain sisi perlakuan kami sebenarnya jalan menyempurna, hehe... Mengapa demikian ? Kata Muthahhari, Fitrah itu sebuah konsep dasar, ia berkaitan dengan banyak hal yang menyangkut diri manusia : hakikat, potensi, dan jati dirinya, yang tanpa mengetahuinya kita tidak bakal tahu siapa diri kita. Ketidaktahuan inilah, antara lain menyebabkan umat manusia terperangkap dalam berbagai konsep yang keliru tentang diri manusia, yang pada akhirnya menghantarkan mereka pada banyak krisis kemanusiaan modern.

Saya ingat lagi, jelang pembelajaran kadang yang membuat kami semangat dalam belajar jika pematerinya, tampan. Sebenarnya dalam ruang belajar , kriteria pemateri yang tampan sangat banyak memberi pengaruh, apalagi cerdas pula pematerinya. Ruang seakan bernuansa keindahan jadi kita sangat menikmatinya ( hehe ). Saya ingat sekali, saking mengagumi pemateri itu, bayangan wajah ditembok pun kami katakan tampan. Bayangan itu bagai lukisan yang dilukis oleh seorang profesional. ( hehe ). Hingga kadang kami sangat hatihati dalam mengikuti materinya,mulai mimik wajah, bicara hingga pakaian.

Kisah ini, kadang saya merasa seperti orang aneh disegi lain merupakan suatu hal yang wajar. Karena manusia tertarik secara total pada keindahan, baik keindahan akhlak maupun keindahan bentuk. Tidak ada seorang manusia pun yang kosong dari rasa suka kepada keindahan. Seseorang akan berusaha semaksimal mungkin,bahkan dalam pakaian sekalipun, agar penampilanya menjadi indah. Keindahan, pada kenyataannya memang dibutuhkan dengan sendirinya. Daya tarik itu memang terjadi.

Manusia pada dasarnya menyukai keindahan, namun menikmati keindahan sangat rumit. Menjaga agar tidak dari imajinasi liar itu sama hal berada di dekat api ketika tubuh sedang kedinginan. Ingin menghangatkan tubuh, namun perlu menjaga agar tidak terbakar. Seperti hijab, jika kita hanya maknai sebuah kain, maka yang ada kita menganggap hijab itu seperti jilbab atau pakaian. Padahal hijab mempunyai makna yang lain lagi yakni, Hijab hati.

Berbicara tentang hati seseorang adalah hal yang hanya dirinya yang tahu dan tuhan. Pengelolaan menjaga agar terhindar dari imajinasi liar ( hal yang negatif ) itu bergantung dari dirinya dan cara pandang dia dalam melihat sesuatu. Cara pandang terhadap sesuatu bergantung dari epistemologinya. Setiap yang dilakukannya, itu berdasar pengetahuannya. Sikap yang baik, harus dibiasakan. Dan kebiasan akan menjadi karakter. Wallahuwalam....

Oleh : Nurdalily

Posting Komentar untuk "Namanya Mengingat Nostalgia Entah Sebuah Refleksi"