Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dilematis Cinta


Oleh : Karmila Saleh

Sudah tahu akan sesakit ini, kenapa bertahan?
Sudah tahu akan berujung begini, kenapa diteruskan?
Sudah tahu akan nelangsa, kenapa hanya didiamkan saja?
Mencintai apa harus melukai diri sendiri?
Mencintai apa harus jadi orang bodoh?
Mencintai apa harus lupa kalau kau seorang yang berpendidikan dan beragama?
Mencintai apa harus sekejam itu sampai tak mempedulikan orang disekitar ?

Cinta tidak buta, karena dia tak bermata, karena dia tak berwujud, jika menurut mu cinta harus berwujud, jangan katakan kalau kau itu berTuhan. Tak perlu juga mencintai harus dalam cerdas, mencintai yang biasa-biasa saja, karena Tuhan tak suka yang berlebihan. Mencintailah dengan hati dan logika, karena kita manusia bukan tumbuhan atau hewan yang tak mempunyai potensi itu.

Sabtu 8 Juni pada tengah malam. Ku temui diri ku depan notebook ungu ku sedang menuangkan isi penat dan lelah dalam sebuah file ini. sudah dua hari ku sadari kau sudah tak lagi menginjakkan kaki di tanah yang sama dengan ku. Kau telah pergi selama 53 jam dari ku dan airmata ini belum mau berhenti menemani kesendirian ku. Tak ada yang bisa ku ajak bicara untuk berbagi kesedihan ini, semua disekeliing ku mengambil sikap kontra terhadap ku. Kau bisa bayangkan bagaimna keadaan ku sekarang baru selama dua hari tanpa mu. Badan ku langsung jadi tambah kurus. Ini bukan salah mu, tak ada yaang salah. Padahal aku sudah tahu dari awal kita bertemu pasti hal ini bakal terjadi karena dari awal ku sudah tahu apa cita-cita mu, harusnya aku bisa lebih sabar dan ikhlas. Tapi pada kenyataanya aku masih di sini mendapati diri ku sedang berteman dengan pikiran yang isinya hanya kamu saja, tangisanpun tak lupa datang dalam kesuraman ini. Semunya berbicara dengan segala kemungkinan, tapi kataku kemungkinan saja belum tentu terjadi. Yang jelas aku hanya bisa sabar, berusaha dan berdoa serta yakin padamu. Tapi maaf, mungkin aku akan membiasakan diri menangis dalam senyuman agar tak ada yang tahu betapa ku tak bahagia tanpa mu.

Kesendirian sudah sangat membunuh ku, dia sudah berani mendekat dalam keramaian, dia sudah berani mengancam ku akan menghabiskan daya hidup, katanya dia sangat gampang membuat ku bak mayat hidup. Dalam ketidaksadaran ku sudah setengah jalan dia berhasil mengolok-olok kesadaran jasad ini tapi dia lupa satu hal, jasatku bisa saja kelihatan mati tapi dia tak akan pernah bisa mematikan duniaku, dunia tanpa dunia, hidup tanpa hidup, yang ada hanya pemandangan dan rasa tentang kebahagiaan, iya aku sudah sangat jauh terlarut dalam dunia imajinasi ku yg masih menjadi kotak nyaman dalam menetralisir hati ini dari virus-virus racun yg sdh 3/4 menghancur lebur harapan hati. Aku masih betah dalam dunia ku, silahkan kalian mengambil semuanya, cinta, kepercayaan dan harapan. Kalian rampas saja sesuka hati, tapi bukan dunia ku. takkan pernah..!

Posting Komentar untuk "Dilematis Cinta"